Rabu, 11 Februari 2009

PROSES AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah mencatat, nenek moyang kita dahulu sudah menganut ajaran yang dinamakan animisme dan dinamisme. Selanjutnya masuklah agama Hindu yang membawa ajaran kasta-kasta, disusul kemudian agama Budha yang masuk di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Majapahit dengan patihnya Gajah Mada yang ingin memersatukan Nusantara. Setelah kekuasaan Majapahit berakhir, masuklah ajaran Islam yang dibawa oleh pedagang dari Gujarat pada Abad 1 H.
Dari kesemuanya itu akan menimbulkan akulturasi (perpaduan/pencampuran) kebudayaan yang selajutnya oleh penulis disebut akulturasi kebudayaan Islam. Karena, mayoritas penduduk Indonesia saat ini memeluk agama Islam dan menyusul kemudian agama Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain. Proses akulturasi kebudayaan yang berlangsung berabad-abad, membentuk jati diri Indonesia yang sebenarnya. Negara Indonesia yang bersemboyankan “Bhineka Tunggal Ika’, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Berbeda-beda agama, suku, adat, ras, dan kepercayaan tetapi tetap bersatu di bawah naungan negara Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses akulturasi kebudayaan Islam di Indonesia?
2. Apa saja hasil akulturasi kebudayaan Islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsian proses akulturasi Islam di Indonesia.
2. Uutuk menjelaskan hasil akulturasi kebudayaan Islam di Indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Akulturasi Kebudayaan Islam di Indonesia
Setiap negara pasti mengalami evolusi kebudayaan. Pada dasarnya evolusi kebudayaan merupakan proses perubahan kebudayaan yang berlansung relatif lama dengan perubahan yang bersifat menyempurnakan dari waktu ke waktu. Proses perubahan yang demikian merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap perubahan-perubahan alam agar manusia dapat bertahan hidup sesuai dengan keinginannya. Menurut bentuknya perubahan, kita mengenal 4 macam perubahan kebudayaan yang salah satunya adalah akulturasi kebudayaan.
Akulturasi kebudayaan merupakan proses bercampurnya dua kebudayaan atau lebih yang ditandai dengan suatu bentuk penyesuaian yang saling melengkapi. Proses akulturasi kebudayaan seringkali terjadi dari masyarakat yang mempunyai peradaban maju menuju masyarakat yang mempunyai peradaban yang sedang berkembang. Ciri-ciri akulturasi kebudayaan antara lain :
1. Proses pencampurannya bersifat melengkapi.
2. Masih tampak unsur-unsur kebudayaan lokal yang dicampuri dan tampak pula unsur-unsur kebudayaan asing yang mencampuri.
Banyak buku literatur sejarah yang mengungkapkan nenek moyang Indonesia. Kita wajib mengetahui asal-usul nenek moyang kita karena dari situlah akulturasi kebudayaan Negara Indonesia berawal. Di sekitar tahun 1939-1941 ahli-ahli penyelidik telah menemui di Mojokerto sebuah fosil termasuk rahang dan beberapa buah gigi dan tulang paha manusia, yang menurut teori penyelidikan tua adalah termasuk manusia purbakala yang hidup di Tanah Jawa pada masa kira-kira 500.000 tahun sebelum tarikh nabi Isa. Dalam ilmu purbakala, zaman itu dinamai zaman kwartair (zaman keempat). Pada masa itu manusia belumlah sempurna kemanusiaannya, masih dekat lagi dengan kehidupan binatang, belumlah mengenal apa yang dinamakan kebudayaan. Fosil (tengkorak yang telah membatu) itu pernah pula didapati orang dekat Solo (di dekat Trindil).
Kalau penyelidikan ini kita sangkut pautkan dengan dongeng orang tua-tua, teringatlah kita kepada kepercayaan mereka bahwa di zaman purbakala ada raksasa yang besar-besar yang hidupnyapun berbeda dengan hidup manusia. Dan menguntungkan juga bagi kita sebab ilmu penyelidikan atas pertumbuhan hidup manusia itu sudah terpisah jauh daripada ilmu sejarah dan telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri, dinamai antropologi.
Menurut penyelidikan ahli ilmu bangsa-bangsa (etnologi), adapun bangsa yang pada masa sekarang ini yang kita namai bangsa Indonesia, termasuk dalam rumpun bangsa Austronesia. Asal usul keturunannya ialah dari daerah yang dinamai oleh penulis sejarah Eropa, Hindia “Belakang” sebagai timbalan dari hindia “Muka”, yaitu India sekarang ini. Yang mereka namai Hindia Belakang itu ialah daerah yang melingkungi Thailand (Siam), Burma, Kamboja dan Laos (Indo Cina) sekarang ini, termasuk daerah Khmer di uluan, dan di hulunya lagi ialah Tonkin. Mereka berpindah berboyong sekelompok demi sekelompok, mengalirb ke bawah melalui Siam, Semenanjung Tanah Melayu, Pulau Sumatra, jawa dan pulau-pulau besar itu yang dinamai “Nusantara” (Nusa = pulau) dan (Tara = Antara). Terletak diantara dua benua, yaitu Australia dan Asia atau menurut cara berfikir di zaman itu, terletak diantara Benua Cina dan Benua india.
Di zaman purbakala sebagaimana bangsa-bangsa purbakala yang lain, mereka belumlah menganut suatu agama yang tertentu, tetapi di dalam jiwa mereka telah ada persediaan buat menerima agama. Di dalam jiwa mereka sudah mulai tunbuh kepercayaan. Ada dua hal yang menyebabkan tunbuhnya kepercayaan itu. Pertama alam sekelilng. Kedua soal hidup dan mati!
Manusia itu hidup di antara alam. Air yang mengalir dari hulu ke hilir membawa banjir dan banjir meninggalkan bunga tanah da bunga tanah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Diantaranya mereka mendapat padi. Hujan yang turun dari langitpun menambah suburnya padi itu. Bintang-bintang di langit yang bergeleran kelihatan diantara 12 bulan dalam satahunpun menentukan pembagian musim hujan dan musim kemarau. Semuanya itu berpengaruh kepada nereka di dalam hidupnya, sehingga mereka percaya bahwa ada hubungan mereka dengan seluruhnya itu. Niscaya semuanya itu ada angker dan tuahnya. Akhirnya, dilakukan terhadap pemujaan padi. Dia dinamai Dewu Sri atau Sang Hyang Sri. Di waktu siang terbukalah jalan berusaha mencari makan dan di waktu malam timbullah rasa takut. Maka timbullah kepercayaan bahwa di samping Dewi Sri, mataharipun ada hubunganya dengan keselamatan manusia. Demikian sehingga jelas sekali pertumbuhan kepercayaan itu kepada segenap yang ada., mulai dari sungai yang mengalir, pohin beringin, patung, batu, gunung-gunung, dan sebagainya.
Kepercayaan itu dinamakan Animisme. Kata Animisme berasal dari kata anima, animae; dari bahasa latin animus, dan Bahasa Yunani Avepos, dalam bahasa Sanskerta disebut prana, dalama bahasa brani disenut ruah, yang artinya napas atau jiwa. Ia, adalah ajaran atau doktrin tentang realitas jiwa. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan dengan agama wahyu.
Paham animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.
Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat. Seperti, kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar masuk rumah adalah jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk kedalam jasad binatang lain, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya, roh tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika hidup.
Kadang-kadang setelah seorang nenek mati, beberapa hari kemudian kedengaranlah suara harimau di dekat rumah itu tengah malam. ,akan timbullah kepercayaan bahwa nenek itu telah “jadi-jadian”. Maka di beberapa tempat di Indonesia masih ada sisa kepercayaan kepada harimau jadi-jadian, babi, buaya atau ikan. Hubungan dengan segala jadi-jadian inipun terpegang dengan dukun atau datu.
Kepercayaan ini dinamakan Dinamisme. Kata berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.
Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan.
Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.
Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain yang dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia tersebut mencari zat lain yang akan ia sembah yang dengannya ia merasa tenang jika ia selalu berada di samping zat itu.
Sebagai contoh, ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan menduga bahwa apilah yang paling berhak ia sembah karena api telah memberikan pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia mengira bahwa api memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga ia akan menyembahnya.
Atau contoh lainnya, seperti penyembahan masyarakat Jepang terhadap matahari. Mereka sangat mengagungkan dan menghormati matahari karena mereka percaya bahwa matahari-lah yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya yang memancar ke seluruh dunia.
Karena sebab itulah, mereka menyembah sesuatu selain Allah. Mereka menyembah Allah karena mereka bodoh dan jahil dalam mengenal Tuhan.
Oleh karena itu, beberapa orang ahli tidaklah menyukai mengatur mana yang lebih dulu tumbuhnya antara dinamisme (segala sesuatu ada semangatnya), animisme (percaya akan arwah nenek moyang), atau totenisme (percaya akan hubungan antara manusia dengan nenek moyang binatang).
Setelah selama bertahun-tahun nenek moyang Indonesia memeluk ajaran animisme dan dinamisme, datanglah agama Hindu sebagai agama pembuka di Indonesia. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para Musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni Musafir Budha Pahyien. Kedua tokoh besar ini mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebarkan Dharma. Bukti- bukti peninggalan ini sangat banyak berupa sisa- sisa kerajaan Hindu seperti Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman di Jawa Barat.
Memperhatikan perkembangan agama Hindu yang mewarnai kebudayaan serta seni sastra di Indonesia di mana raja-rajanya sebagai pimpinan memperlakukan sama terhadap dua agama yang ada yakni Siwa dan Budha, jelas merupakan pengejawantahan toleransi beragama atau kerukunan antar agama yang dianut oleh rakyatnya dan berjalan sangat baik. Ini jelas merupakan nilai- nilai luhur yang diwariskan kepada umat beragama yang ada pada saat sekarang. Nilai- nilai luhur ini bukan hanya mewarnai pada waktu lampau, tetapi pada masa kini pun masih tetap merupakan nilai- nilai positif bagi pewaris- pewarisnya khususnya umat yang meyakini agama Hindu yang tertuang dalam ajaran agama dengan Panca Sradhanya.
Kitab suci agama Hindu adalah kitab weda, dan agama hindu sangat meningikan ajaran kastanya. Golongan-golongan kasta yang utama adalah brahmana (pendeta), ksatrya (balatentara), waisya (buruh), sudra (hamba sahaya).
Seorang anak Hindu telah paham akan peraturan-peraturan di dalam hinduisme dari pada seorang anak di dalam agama-agama lain. Hal ini disebabkan karena hidup eorang Hindu itu telah terjalin di dalam agamanya. Hidupnya tidak dapat dipisah-pisahkan dari paham hindu itu. Seorang anak Hindu dengan sendirinya mempelajari dewa-dewanya. Ajaran hindu yang terkenal adalah mengenai qurban dan sesajen. Menurut bentuknya, lamanya, dan harganya qurban dan sesajen di bagi menjadi 2 macam, yaitu : yayna besar dan yayna kecil.
Agama Budha di dunia lahir dan berkembang pada abad ke-6 Masehi. Agama itu beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang mula-mula, Sidharta Gautama (563-483 sM), yang dipanggil dengan Budha. Panggilan itu berasal dari akarkata bodhi (nikmat), yang di dalam deklensi (tashrif) selanjutnya menjadi buddhi (nurani) dan menjadi Buddha (yang beroleh Nur). Tersebab itulah sebutan Budha itu pada masa selanjutnya beroleh berbagai pengertian semacam berikut : yang sadar (awakened One), dan yang cemerlang (Illumined One), dan yang beroleh Terang (Englightened One).
Pangilan itu diperoleh Siddharta Gautama sesudah menjalani sikap hidup penuh kesucian, bertapa, berkhalwat, menegembara untuk menemukan kebenaran, dekat tujuh tahun lamanya, dan di bawah sebuah pohon yang sampai saat ini dipanggil Pohon Nikmat (Three of Bodhi). Kitab suci agama Budha disebut Tripitaka, tri itu bermakna tiga, dan pitaka atu bermakna bakul.
Agama Budha bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah agama baru. Ratusan Tahun yang silam agama ini pernah menjadi pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia tepatnya pada zaman kerajaan Sriwijaya, kerajaan Maratam Purba dan keprabuan Majapahit. Candi Borobudur, salah satu warisan kebudayaan bangsa yang amat kita banggakan tidak lain cerminan dari kejayaan agama Buddha di zaman lampau.
         Sekitar tahun 423 M  Bhiksu Gunawarman datang ke negri Cho-Po (jawa) untuk menyebarluaskan ajaran Buddha. Ternyata ia memperoleh perlindungan dari penguasa setempat, sehingga misinya menyebar luaskan ajaran Buddha berjalan lancar. semua ini tercatat di dalambuku Gunawarman dan jika di dasarkan pada buku ini maka kemungkinan besar ia adalah seorang perintis pengembangan agama Budha di Indonesia pada zaman tersebut.
Pada abad ke 7 M, agama Budha Mahayana masuk ke Sriwijaya, kemudian abad 8 M masuk ke pulau Jawa, yang menyebabkan timbulnya candi-candi complex Borobudur, kalasan dan candi sewu. Candi-candi itu memang bentuknya tidak sama dengan bangunan-bangunan di tempat asal Budha. Akhirnya, agama Budha dipersatukan dengan agama Ciwaisme, juga dengan kepercayaan asli orang Indonesia, hingga timbul seorang dewa yang bernama Ciwa Budha. Dan akhirnya sekarang sedikit sekali orang yang beragama Budha.
Setelah agama Budha mengalami kemunduran, maka masuklah agama Islam ke Indonesia. Ada beberapa teori mengenai masuknya Islam di Indonesia. Di antaranya teori arab dan teori gujarat. Teori arab mengungkapkan Islam masuk di Indonesia pada abad ke-1 H dan agama Islam yang ada di Indonesia langsung dari arab, sedangkan teori gujarat mengungkapkan Islam masuk di Indonesia pada abad ke-7 H dengan merujuk berdirinya kerajaan samudra pasai.
Secara etimologis, kata Islam berasal dari akar kata salaam yang berarti perdamaian, sedangkan makna sekundernya bisaberarti penyerahan diri. Oeh karena itu, kata Islam mengindikasikan sebuah pesan bahwa perdamaian akan lahir ketika seseorang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Kata salam dengan makna perdamaian ini secara konstan disebut berulang-ulang di dalam Al-Qur’an dalam semua bentuk derivasinya dan secara tegas mengindikasikan bahwa Islam adalah agama yang membawa misi perdamaian.
Penerimaan Islam di berbagai wilayah Nusantara hampir mengikuti pola yang sama, yaitu pada awalnya Islam diterima oleh masyarakat pesisir pantai. Selanjutnya perkampungan-perkampungan Muslim di daerah pelabuhan dagang mengembangkan wilayah-wilayah kekuasaannya melalui cara-cara yang sanagt adaptif, antara lain dengan mengadopsi dan mempertahankan adat-istiadat penduduk setempat, meguasahi bahasa masyarakat setempat , menikahi wanita-wanita setempat, membebaskan budak-budak belian, dll. Dengan cara seperti ini, tidaklah mengherankan apabila agama Islam pada umumnya menembus wilayah pedalaman dfengan cara-cara damai. Dari dasar itulah, mengapa sampai saat ini Indonesia mayoritas memeluk agama Islam. Karena proses kedatangannya yang begitu damai dan tidak memaksa.
Selain proses masuknya yang damai, tentu saja ada faktor lain yang tidak kalah penting yang memungkinkan Islam cepat berkembang. Yaitu, mundurnya perkembangan agama Hindu dan Budha, dua agama yang terlebih dulu hadir dan telah membangun peradaban tinggi.
Begitulah sejarah awal pesatnya perkembangan agama Islam di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama Budha yang hadir sebagai agama elite aristokratik, walaupun dipeluk juga oleh masyarakat di luar istana dan vihara, tetapi budaya baca tulis dan tradisi intelektualnya tidak meluas ke tengah masyarakat. Sebab, pendidikan diperuntukkan untuk hanya untuk kaum bangsawan. Islam hadir sebagai agama egaliter dan populis. Agama ini tidak mengenal sistem kasta dan kependetaan, dan karenanya memungkinkan keterlibatan segenap lapisan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan termasuk dalam pendidikan dan intelektual. Lembaga pendidikan Islam sejak awal dibuka untuk sewgenap lapisan masyarakat dan golongan. Lagipula Islam adalah agama kitab. Belajar menulis dan membaca diwajibkan bagi seluruh pemeluknya. Demikianlah, dengan berkembangnya Islam membuat tradisi keterpelajaran lambat laun juga berkembang.
Islam berakulturasi dengan budaya lain di Indonesia dengan cara yang menarik dan berlangsung secara damai. Walaupun banyak budaya-budaya Indonesia pra-islam yang berlainan dengan inti ajaran Islam, namun agama Islam tidak langsung memaksakannya dan mengganti semuanya dengan inti ajaran Islam yang murni. Namun, Islam mampu berakulturasi dengan kebudayaan Indonesia dan mampu menjadi sebuah ajaran yang sejalan dengan adat Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan akulturasi kebudayaan Islam berkembang pesat di Indonesia. Yaitu : 1. Mundurnya perkembangan agama Hindu dan Budha 2. Islam masuk di Indonesia secara damai dan tidak memaksa 3. Islam adalah agama yang egaliter dan populis

B. Hasil Akulturasi Kebudayaan Islam di Indonesia
Sebelum Islam datang di Indonesia, banyak ajaran-ajaran pra-Islam yang berkembang di Indonesia (animisme, dinamisme, Hindu, Budha). Sehingga, menghasilkan akulturasi kebudayaan yang komplek. Hasil akulturasi kebudayaan itu adalah :

No Item Sebelum islam Islam Hasil
1 Bahasa a. Dewa (Bahasa Sanskerta)
b. Suarga (Bahasa Sanskerta)
c. Hyang (sang pencipta) a. Tuhan / Allah

b. Jannat / Syurga

c. Shalat a. Tuhan

b. Surga

c. Sembahyang
2 Adat
a. upacara / ritual




b. penghormatan khusus terhadap roh nenek moyang
c. sihir dan perdukunan

a. Kelahiran bayi





b. adanya sesajen / sesembahan untuk roh-roh nenek moyang.


c. dukun / paranormal
a. Dzikir





b. ziarah kubur





c. Kyai
a. Ritual kelahiran bayi dan ditambah dzikir dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa syukur.
b. ziarah kubur dengan tanpa melupakan sesajen berupa tabur bunga tujuh rupa.

c. praktik-praktik spiritual yang dilakukan oleh orang-orang yang bertitel ’kyai’
3 Arsitektur / bangunan


Candi
a. Atap yang berlapis atau “meru” dengan 9 susun


b. stupa
c. kalamakara.
d. ukiran-ukiran pola teratai, mastaka, memolo

Makam memakai pintu gerbang yang berbentuk candi bentar, kori agung. Dan nisan yang berbahasa sanskerta. Masjid
a. Atap yang berlapis dengan 3 susun (yang melambangkan iman, islam dan ihsan.
b. kubah
c. mihrob
d. mimbar yang berukir.


Makam memakai nisan dan si mayat di kubur di tanah.

mesjid-mesjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, mesjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, dan di daerah-daerah lain.


nisan-nisan kubur di daerah Tralaya, Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon dan Banten
4 Kesenian a. wayang kulit dengan tokoh cerita masa lalu dan seperangkat seni gamelan
a. dakwah dan shalawat. a. wayang kulit dengan cerita para wali dan shalawat modern yang menggunakan gamelan dan banjari.
5 Mitos Orang yang meninggal masih gentayangan. Percaya dengan hal-hal yang ghoib Mitos adanya pocongan, genderuwo, dll.














BAB III
KESIMPULAN
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan :
1. Proses akulturasi kebudayaan Islam di Indonesia berjalan dengan damai, meskipun banyak ajaran pra-Islam yang berlainan dengan inti ajaran Islam namun agama Islam mampu menyesuaikan dan berakulturasi dengan budaya Indonesia.
2. Hasil akulturasi kebudayaan Islam terjadi di beberapa hal, yaitu : Bahasa, Adat, Arsitektur / bangunan, Kesenian, dan Mitos.























DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Hasan. Islam dan Perdamaian Global. Yogyakarta : Madyan Press. 2002.
Hamka. Sejarah Umat islam. .Jakarta : N. V. Bulan Bintang. 1981.
Hidayat, Komaruddin dan Ahmad Gaw. Menjadi Indonesia 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara. Jakarta : Mizan. 2006.

Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Ummat Islam bagian kesatu & dua. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1999.
Rifai, Moh. Perbandingan Agama. Semarang : Wicaksana, 1983.
Santoso, P. Mardi dan A. M. Nurchajatie. Sosiologi Kelas XI. Jakarta : literatur media sukses. 2005.
Sou’yb, Joesoef. Agama-agama Besar di Dunia. Jakarta : Mutiara. 1983.
Tim penyusun proyek pembinaan perguruan tinggi agama Islam. Perbandingan Agama I. C.V. Arta Dimita. 1983.

Tjandrasasmita, Uka. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta : Balai Pustaka. 1984.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2003.
www.wikipedia.com, diakses 03 Desember 2008